PENENTUAN KADAR Cu(II) DALAM SAMPEL UJI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM (AAS>lt;<
A. Tujuan
1. Menentukan kadar Cu (II) dalam sampel uji menggunakan metode spektroskopi serapan atom (AAS)
2. Membuat kurva kalibrasi
B. Prinsip Dasar
Spektometri
absorbansi atom (AAS) merupakan suatu teknik analisis unsur yang
didasarkan pada absorbansi sinar oleh atom bebas. Dalam teknik ini,
partikel logam akan diubah kedalam bentuk atom-atomnya didalam nyala api
(gas asetilen), yang selanjutnya atom-atom tersebut akan menyerap
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber sinar berupa Hollow
Cathode Lamp (HCL) yang merupakan cahaya UV atau VIS yang penggunaannya
hanya untuk analisis satu unsur saja.
Prinsip
dasar spektometri serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis
kuantitatif dari unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas di berbagai
bidang karena prosedurnya yang selektif, spesifik, biaya analisi yang
relatif murah, sensitivitas yang tinggi (ppm-ppb), dapat mudah membentuk
matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat, dan
mudah dilakukan.
AAS
pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrometri absorbsi atom
juga dikenal sebagai sistem single beam dan double beam layaknya
sperktofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya
dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar, terutama unsur
golongan IA dan IIA.
Metode
AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pad panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan
komposisi oksida dengan fuel dan tidak tergantung pada temperatur.
Absorpsi
atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di bandingkan
spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang
tereksitasi kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya.
Misalnya, garam-garam logam akan memberikan warna di dalam nyala ketika
energi dari nyala tersebut mengeksitasi atom yang kemudian memancarkan
spektrum yang spesifik. Sedangkan absorpsi atom merupakan proses di mana
atom dalam keadaan energi rendah menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi.
Energi yang diabsorpsi oleh atom disebabkan oleh adanya interaksi
antara satu elektron dalam atom dan vektor listrik dari radiasi
elektromagnetik. Ketika menyerap radiasi, elektron mengalami transisi
dari suatu keadaan energi tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya
dari orbital 2s ke orbital 2p. Pada kondisi ini, atom-atom di katakan
berada dalam keadaan tereksitasi (pada tingkat energi tinggi) dan dapat
kembali pada keadaan dasar (energi terendah) dengan melepaskan foton
pada energi yang sama. Atom dapat mengadsorpsi atau melepas energi
sebagai foton hanya jika energi foton (hν) tepat sama dengan perbedaan
energi antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar (G) seperti
gambar dibawah :
Absorpsi
dan emisi dapat terjadi secara bertahap maupun secara langsung melalui
lompatan tingkatan energi yang besar. Misalnya, absorpsi dapat terjadi
secara bertahap dari
G E1 E2 .
Panjang
gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama dengan
panjang gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan tereksitasi,
apabila energi transisi kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi dalam
arah yang yang berlawanan.
Lebar
pita spektra yang diabsorpsi atau diemisikan akan sangat sempit jika
masing-masing atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi mempunyai
energi transisi yang sama.
Berdasarkan hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar 10-4– 10-5
nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan
pelebaran pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam
efek Doppler.
a. Efek Doppler
Efek
Doppler juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan atom,
beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor
ketika emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati
menjadi lebih besar. Efek ini akan semakin besar pada temperatur tinggi
karena pergerakan atom akan semakin meningkat yang menyebabkan
terjadinya pelebaran pita absorpsi.
b. Pelebaran tekanan (Pressure Broadening)
Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan
radiasi bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan
mempengaruhi panjang gelombang foton yang diradiasikan karena terjadi
perubahan tingkat energi dalam yang menyebabkan perbedaan keadaan
transisi. Tumbukan yang terjadi antara suatu atom yang mengabsorpsi atau
memancarkan radiasi dengan atom gas lain disebut dengan pelebaran
Lorentz (Lorentz Broadening). Jika atom-atom yang mengabsorpsi dan
memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan, maka disebut pelebaran
Holzmark (Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin tinggi
temperatur, maka tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi
pelebaran pita yang disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure
Broadening).
(Wiryawan, A, dkk.,2008 :160-161)
Komponen-komponen AAS:
Secara
umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama
dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri
dari sumber cahaya, tempat sampel, monokromator, dan detektor. Analisa
sampel di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi
konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk
menentukan konsentrasi sampel yang tidak diketahui. Walaupun
komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel
yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari
yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis)
a. Sumber Cahaya
Karena
lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin
untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada spektrometri
molekuler.
Sumber
cahaya yang digunakan dalam spectrometer atom adalah hollow cathode
lamp. Bentuk lampu katode dapat dilihat pada gambar. Ciri utama lampu
ini adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari logam tertentu. Katode
and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas tertutup yang
mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu ini
mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.
Lampu
ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan mengemisikan
gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang
silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya
(alloy) dan anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda ini
berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz karena panjang gelombang
emisinya sering berada pada daerah ultraviolet. Tabung gelas tersebut
dibuat bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert Ar atau Ne. Beda
voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut
sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat
kearah katoda dan ketika menabrak katoda menyebabkan beberapa logam pada
katoda terpental dan berubah menjadi uap, Atom yang teruapkan ini,
karena tabrakan dengan ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke
tingkat energi elektron yang lebih tinggi; ketika kembali ke keadaan
dasar atom-¬atom tersebut memancarkan sinar dengan λ yang karakteristik
untuk unsur katoda tersebut. Berkas sinar yang diemisikan bergerak
melalui nyala dan berkas dengan λ tertentu yang dipilih dengan
monokromator akan diserap oleh uap atom yang ada dalam nyala yang
berasal dari sampel. Sinar yang diabsorpsi paling kuat biasanya adalah
sinar yang berasal dart transisi elektron ke tingkat eksitasi terendah.
Sinar ini disebut garis resonansi.
b. Sistem atomisasi
Fungsi
nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi
radiasi yang di pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada umumnya,
peralatan yang di gunakan untuk mengalirkan sampel menuju nyala adalah
nebulizer pneumatic yang di hubungkan dengan pembakar (burner).
(Wiryawan, A, dkk.,2008 :166)
· Sistem atomisasi nyala
Setiap
alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem
introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan
instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan
dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol.
Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan
ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada
banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk
spektrometri atom. Namun demikian. yang saat ini menonjol dan dipakai
secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous
oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang
sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan
dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
1) Nyala udara-asetilen
Biasanya
menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS,. temperarur nyala-nya
yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala
yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat
diminimalkan.
2) Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan
dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan
sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan
relative tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V
danW.
Proses
atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan menjadi
spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap
hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang
diperoleh pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap
sensitivitas analisis. Langkah-langkah proses atomisasi melibatkan
hal-hal kunci sebagaimana diberikan pada Gambar 3. Secara ideal fungsi
dari sistem atomisasi (source) adalah :
1) Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan sedikit perlakuan atau tanpa perIakuan awal
2) Me!akukan seperti pada point 1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada semua level konsentrasi
3) Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel.
4) Mendapatkan
sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap¬-tiap
elemen. yakni agar gangguan(interfererisi) dan penganih matriks (media)
sampel menjadi minimal
5) Memberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate)
6) Mendapatkan harga beli, perawatan dan pengoperasian yang murah.
7) Memudahkan operasi
· Sistem atomisasi dengan elektrothermal (tungku)
Sistem
nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi
kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan
penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:
a. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
b. Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik dan
c. Tahap atomisasi
Unsur-unsur
yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan
unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur
yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten,
Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini
disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam tungku
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada sampel dan standard.
c. Copper
Merupakan
modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar menjadi
berselang-seling (untuk membedakan dengan sinar dari emisi atom dalam
nyala yang bersifat continu)
d. Monokromator
Berfungsi untuk mengisolasi salah satu atau lebih garis-garis resonansi dari sekian banyak spektrum yng dihasilkan oleh HCL.
e. Detektor
Berfungsi mendeteksi besarnya intensitas cahaya yang diterima oleh monokromator yang akan diteruskan ke sistem pembacaan
f. Sistem pembacaan
Menampilkan skala yang dibaca oleh detektor
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan hokum Lambert-Beer yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan
A = absorbansi
a = absorbtivitas molar
b = lebar / tebal kuvet
c = konsentrasi
Pada
prinsipnya tentu tidak ada masalah yang harus dikaitkan dengan
pengukuran absorban dari populasi atom keadaan yang terkurung dalam
suatu ruangan yang cocok, namun terdapat sejumlah kesulitan dalam
memperoleh populasi tersebut dengan cara yang dapat diulang. Lazimnya
suatu larutan berair yang mengandung logam yang harus ditetapkan Pb2+ atau Cu2+.
Logam tersebut dimasukkan kedalam nyala sebagai aerosol, yakni suatu
kabut yang terdiri dari tetesan yang sangat halus. Ketika butiran ini
maju melewati nyala, pelarutnya akan menguap dan dihasilkan
bintik-bintik halus dari materi berupa partikel zat padat, kemudian
partikel tersebut berdisosiasi sekurang-kurangnya sebagiannya untuk
menghasilkan atom-atom logam.
(R.A. day & A.L. underwood., 1989, Analisis Kimia Kuantitatif : 430)
Set alat AAS
Gambar. Spektrometer serapan atom
C. Alat Dan Bahan
1. Alat- Alat
|
Gelas kimia
|
100 mL
|
1 buah
|
|
Gelas kimia
|
400 mL
|
1 buah
|
|
Labu takar
|
100 mL
|
1 buah
|
|
Labu takar
|
50 mL
|
1 buah
|
|
Labu takar
|
25 mL
|
5 buah
|
|
Pipet mikro
|
1 mL
|
1 buah
|
|
Pipet mikro
|
20 mL
|
1 buah
|
|
Batang pengaduk
|
|
1 buah
|
|
Corong
|
|
1 buah
|
|
Statif
|
|
1 buah
|
|
Pipet tetes
|
|
5 buah
|
|
Spektrometer SSA Perkin Elmer analys 100
|
|
1 set
|
2. Bahan-Bahan
· Padatan sampel
· HNO3 pekat
· H2O2 30%
· Kertas saring
· Larutan stock Cu(II) 1000 ppm
· Aquades
D. Cara Kerja
a. Preparasi sampel
Disiapkan larutan uji sebagai berikut :
Diambil 50 mL sampel dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 mL, ditepatkan pH antara 1-2 dengan menambahkan larutan 2,5 mL HNO3 16 M. Diaduk dan dipanaskan dalam lemari asam sampai volumenya lebih kurang 15mL. Lalu ditambahkan lagi 2,5 mL HNO3 16M.
Didiamkan hingga suhu kamar. Kemudian dimasukkan kedalam labu takar
50mL, ditambahkan aquades dan ditandabataskan. Jika masih ada yang tidak
larut, disaring dengan kertas saring Whatman.
b. Pembuatan larutan blanko
Dipipet 0,35 mL HNO3 16M. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia
500mL. Lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 500mL.
c. Pembuatan larutan standar
Disiapkan larutan kerja tembaga (II) dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm; dengan cara mengencerkan larutan stock Cu 1000 ppm yang tersedia dengan larutan blanko hingga tanda batas.
Catatan
: untuk larutan kerja konsentrasi terkecil dibuat dalam labu takar 50
mL, sedangkan untuk larutan standar lainnya dibuat dalam labu takar 25
mL.
d. Pengukuran absorbansi larutan standar dan sampel dengan alat AAS
Disiapkan
larutan standar dan sampel yang akan diukur serapannya. Diukur serapan
larutan standar dimulai dengan mengnolkan serapan larutan blanko yang
dilanjutkan dengan pengukuran serapan larutan standar dimulai dari
konsentrasi terkecil berurutan sampai ke kosentrasi terbesar. Kemudian
diukur serapan larutan sampel pada kondisi alat sesuai dengan pengukuran
untuk standar. Dibuat grafik hubungan antara absorbansi terhadap
konsentrasi Ditentukan persamaan matematik hubungan linier antara
absorbansi dengan konsentrasi Ditentukan konsentrasi (ppm) tembaga (II)
dalam larutan sampel
e. Langkah-langkah pengoperasian alat
· Alat dipanaskan dengan menekan tombol ’on’
· Kompresor dijalankan dan tabung gas asetilen dibuka serta diset pada angka 17 psiq
· Cerobong pembukaan gas dijalankan
· Saat display menunjukkan’new recall methode’ tekan’enter’
· Nilai arus hollow cathode lamp ( 75% dari dari yang tertera) diketik lalu tekan’enter’.
· Nilai slit dimasukkan lalu tekan ‘enter’
· Nilai λ dimasukkan lalu tekan ‘enter’
· Time integration (lama pembacaan) diketik lalu tekan ‘enter’
· Replicate ( pengulangan pembacaan) diketik lalu tekan ‘enter’
· Hold dipilih untuk metode pembacaan
· Curve calibration linier dipilih lalu tekan ‘enter’ pilih no jika kurva kalibrasi tidak dicetak lalu tekan ‘enter’
· Enter terus sampai mode pada display kembali ke lamp current
· Burner dinyala dengan menekan tombol flame on/off
· Cont ditekan untuk memulai optimalisasi absorbsi
· Larutan blanko, dimasukkan kemudian tekan a/z (auto zero) hingga absorban menunjukkan angka nol(0,000)
· Larutan
standar dimasukkan dengan konsentrasi terendah untuk memperoleh harga
absorban mendekati 0,200. Jika belum tercapai laju alir gas (bahan
bakar) diatur dengan cara memutar ‘knob nebulizer’ diputar kekiri dan
kekanan.
· Setelah harga absorban mendekati 0,200, larutan blanko dimasukkan dan tungggu sampai harga absorban kembali ke nol
· Tekan ‘data’ untuk memulai pengukuran
· Semua larutan standar dimasukkan secara berurutan, mulai dari konsentrasi terkecil sampai yang terbesar, kemudian tekan ‘read’
· Setelah semua larutan standar selesai diukur, lau ukur absorbansi sampel
· Buat kurva kalibrasi.
E. Pembahasan
Pengukuran
kadar Cu dalam sampel dengan cara menggunakan kurva kalibrasi antara
kadar Cu sebagai absis dan absorbansi sebagai ordinat. Kurva kalibrasi
dibuat dengan membuat titik-titik dari 5 deret larutan standar. Deret
larutan standar dibuat dengan beberapa konsentrasi Cu dalam larutan
yaitu, 5ppm,10ppm,15ppm,20ppm, dan 25ppm. Larutan standar ini dibuat
dengan menambahkan HNO3 pekat untuk membuat pHnya 1-2 (suasana asam). Suasana
asam ini dimaksudkan untuk menjaga kejernihan larutan. Suatu sifat dari
logam Cu ketika bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan endapan.
Endapan yang dihasilkan akan menyumbat pipa kapiler dalam alat. Pipa
kapiler yang tersumbat tidak dapat menghantarkan larutan masuk kedalam
AAS, artinya pengukuran tidak dapat dilakukan. Pengukuran absorpsi
larutan deret standar harus secara bertahap dari deret yang paling kecil
ke deret yang paling besar.
Hollow
katoda yang digunakan adalah Hollow katoda FeCrCu. Prinsip penembakan
sinar oleh hollow katoda adalah dalam katoda akan dipilih energy yang
cocok untuk menembakkan suatu atom menjadi suatu atom yang tereksitasi.
Di dalam katoda terdapat banyak ion katoda yang siap untuk menembak
logam yang tersedia dalam katoda. Logam yang tertembak akan mengalami
eksitasi electron. Eksitasi ini menhasilkan suatu energy yang siap untuk
ditembakkan kedalam gas atom dalam tabung pengkabutan. Sinar yang
keluar dalam katoda dipilih hanya sinar dari eksitasi Cu, yaitu dengan
cara memprogram panjang gelombangnya yang sesuai dengan panjang
gelombang Cu.
Kadar
Cu yang diukur melalui AAS adalah dalam bentuk atom gasnya. Analit yang
dimiliki adalah berupa larutan senyawa Cu yang sangat encer, untuk
membuatnya menjadi atom gas Cu maka larutan tersebut dibakar dalam ruang
pengkabutan oleh asetilena dan O2.
Atom
dalam bentuk gas ini siap untuk ditembak oleh hollow katoda . atom Cu
yang tertembak akan memiliki tambahan energy yang akan digunakan untuk
bereksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi. Kemudian atom Cu yang
tereksitasi akan kembali ke keadaan semula lagi (ground state) denagn
cara melepaskan energy. Energy yang dilepaskan yang diamati dalam
percobaan berupa warna nyala. Warna nyala untuk Cu adalah berwarna biru
tua. Sinar dari hollow katoda yang tidak diserap oleh atom Cu(g)
diteruskan sampai ke detector untuk selanjutnya dibaca dan
diinterpretasikan berupa angka absorbansi yang terlihat pada layar.
Berikut adalah data absorbansi yang diperoleh dari percobaan:
ppm
|
absorbansi
|
5
|
0,186
|
10
|
0,325
|
15
|
0,515
|
20
|
0,681
|
25
|
0,791
|
Data
hasil percobaan yang diperoleh, pada larutan standarnya nilai
absorbansi semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi. Hal ini
berarti dalam AAS, semakin besar konsentrasi suatu zat/senyawa maka
semakin besar penyerapan absorbs radiasi oleh atom bebasnya. Dan hasil
percobaan ini selaras dengan hokum lambert beer yaitu A= ε.b.c. untuk
membuktikan apakah hasil tersebut benar-benar sebanding dengan hokum
lambert beer maka dibuat grafik linier. Dan hasilnya sebagai berikut.
Dari
grafik tersebut didapat persamaan garis y = 0,032x + 0,014 dengan
regresi 0,995. Dari regresi yang telah diperoleh membenarkan bahwa
konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi sesuai dengan hukum
lambert beer. Lalu persamaan garis y tersebut digunakan untuk menentukan
konsentrasi Cu yang terdapat dalam sampel. Dari hasil perhitungan didapat konsentrasi zat sampel sebesar 18,25 ppm.
F. Kesimpulan
Dari
percobaan yang telah dilakukan dalam penentuan kadar tembaga pada
sampel limbah dengan metoda AAS diperoleh konsentrasi tembaga sebesar
18,25 ppm.
LAMPIRAN
Data Pengamatan dan Pengolahan Data
Parameter Instrumen
ü Kuat Arus : 22 mA
ü HCL : berwarna merah
ü Panjang Gelombang : 324,8
ü Energi : 61 %
ü Integrated time : 0,7
ü Replicated : 3
ü Program linear : no 2
ü Read Display : 0
ü Print Kalibrasi : 0
ü Fuel : Oksida : 1,2 : 5
Tabel Pengamatan (Larutan Standar)
Konsentrasi (ppm)
|
Absorbansi
|
Standar Deviasi
|
Relatif Standar Deviasi
|
0
|
0,000
|
0,0002
|
66,00
|
5
|
0,186
|
0,0004
|
0,24
|
10
|
0,325
|
0,0037
|
1,14
|
15
|
0,515
|
0,0025
|
0,49
|
20
|
0,681
|
0.0043
|
0,63
|
25
|
0,791
|
0.0030
|
0,38
|
Sampel:
Absorbansi : 0.598
SD : 0,0023
RSD : 0,38
Y = ax + b
Y = 0,032x + 0,014
0.598 = 0,032x + 0,014
X = 18,25 (ppm)
Jadi, konsentrasi sampel yang diperoleh dari percobaan adalah 18,25 ppm.
Daftar Pustaka
Tim kimia analitik instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.